NEMO PRUDENS PUNITUT PRAETARIA REVOCANTUR SED UT FUTURA PRAEVENIANTUR
(no wise man punishes in order the past thinks maybe recalled but the
future wrongs maybe prevented)
NEMO PUNITUR SINE INJURIA, FACTO, SEU
DEFALTA
(no one is
punished unless for someone, act or default)
KEBERATAN
Atas Surat Dakwaan Penuntut Umum
No. Reg. Perk. : PDM – 014 / PURWOKERTO / EP.1 / 03 / 2011
Pada Pengadilan Negeri Purwokerto
Majelis Hakim
yang TerhormatP
Saudara Penuntut Umum
yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Dengan hormat,
Bertanda tangan di bawah
ini:
Kurnia Wanodya, S.H., LL.M.
Advokat pada WOITILA WANODYA AND PARTNERS yang berkantor
di Jalan Jend. A.
Yani, No. 7, Purwokerto. Dalam hal ini
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 Januari 2011 yang telah
dididaftarkan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto dengan Nomor
Register Perkara :
015 / Pid.B / 2011 / PN - PURWOKERTO, bertindak sebagai
Penasihat Hukum
Terdakwa.
Untuk dan atas nama Terdakwa :
Nama Lengkap : Agus Triyantoro, S.E. bin Agustinus
Tempat lahir : Surabaya
Umur/tanggal lahir : 52 tahun/8 Juli 1958
Jenis Kelamin : Laki – laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Merdeka No. 15, Purwokerto
Agama : Kristen
Pendidikan :
S-1 Ilmu Ekonomi Universitas Sriwijaya
Pekerjaan :
PNS (Pejabat
Lelang kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto)
Sesuai
dengan hak yang diberikan oleh undang-undang terhadap Terdakwa bersama ini kami
selaku Penasihat Hukum Terdakwa, mengajukan KEBERATAN dengan sistematika
sebagai berikut :
I.
PENDAHULUAN
II.
KEBERATAN
TERHADAP SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM
III.
PENUTUP
I. PENDAHULUAN
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan Yang Maha Adil karena pada kesempatan hari ini kami dapat mengajukan Nota
Keberatan atas Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perk. : PDM–014/PURWOKERTO/EP.1/03/2011. Kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan terima kasih kepada
Majelis Hakim dan Saudara Penuntut Umum atas kesempatan yang diberikan kepada
kami untuk menyampaikan Keberatan atas Surat Dakwaan Penuntut Umum
yang telah kami terima sebelum persidangan dimulai pada tanggal 4 April 2011. Dan juga kami berdoa agar Majelis
Hakim dapat memutus perkara seadil-adilnya dalam perkara pidana atas nama
Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS.
Setelah berlakunya Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana tahun 1981, maka tidak dijumpai istilah eksepsi sebagai tanggapan atas Dakwaan Penuntut Umum yang dikenal
pada masa berlakunya HIR.
Bahwa tanggapan terhadap Dakwaan
Penuntut Umum dikenal sebagai Keberatan yang mempunyai makna Keberatan secara
luas, yang diberikan oleh KUHAP kepada Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa
untuk menanggapi Dakwaan Penuntut Umum, dengan demikian Terdakwa atau Penasihat
Hukumnya berhak untuk mengajukan keberatan atas seluruh isi dari Surat Dakwaan
Penuntut Umum mulai dari Identitas Terdakwa, Penahanan, dan Dakwaan itu sendiri
sebagaimana dimaksud pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menurut Terdakwa atau
Penasihat Hukum Terdakwa adalah tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta
hukum.
Setelah
kami menerima dan membaca dengan seksama Surat Dakwaan oleh yang kami hormati
Saudara Penuntut Umum serta mempelajari dan mengkritisi berkas perkara atas
nama Terdakwa, yang pada dasarnya adalah mendakwa Terdakwa AGUS TRIYANTORO,
S.E. bin AGUSTINUS sebagai berikut:
Dakwaan
Primair : melanggar Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang -
undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Dakwaan Subsidiair : melanggar Pasal 4 jo. Pasal 2 ayat
(1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo.
Pasal 64 ayat (1)
KUHP
Dakwaan Lebih
Subsidiair : melanggar Pasal
5 ayat (1) Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo.
Pasal 64 ayat (1)
KUHP
Kami
selaku Penasihat Hukum Terdakwa merasa wajib menyampaikan Nota Keberatan ini,
karena Surat Dakwaan dibuat bukan hanya atas dasar hasil pemeriksaan namun
lebih banyak didasarkan atas imajinasi
dan spekulasi, sehingga secara umum
yang terkesan adalah hanya mengada-ada.
Sebelum melanjutkan ke
tahap persidangan selanjutnya, maka kami mengajak Majelis
Hakim dan Saudara Penuntut Umum untuk melakukan penelaahan yang mendalam terlebih dahulu,
apakah dakwaan dari Saudara Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada
di KUHAP.
Hal ini didasarkan pada fungsi dari dakwaan itu sendiri:
“Dakwaan merupakan dasar
penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang di muat dalam surat itu,
hakim akan memeriksa perkara itu.” (Andi Hamzah)
Martiman Prodjohatmidjojo mengatakan bahwa :
“SURAT DAKWAAN adalah untuk menentukan
batas-batas pemerikasaan dan penilaian Hakim terhadap suatu perkara pidana,
menurut
fakta-fakta yang dituduhkan dan Hakim hanya boleh memutus atas dasar
fakta-fakta tersebut,
serta tidak boleh lebih ataupun kurang. Dimana bagi Terdakwa atau Penasihat
Hukum SURAT
DAKWAAN tersebut merupakan dasar untuk mempersiapkan Pembelaan dan oleh
karena itu
dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap demi kepentingan
semua pihak.
Sehingga dakwaan yang tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap akan
merugikan hak
pembelaan Terdakwa yang telah dijamin oleh hukum dan oleh karenanya dapat
dinyatakan batal
demi hukum.“
Melihat
dari uraian singkat dari pengertian dakwaan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
dakwaan mempunyai peran penting dalam peradilan perkara pidana karena segala
proses pemeriksaan didasarkan pada apa yang telah didakwakan. Dan dalam proses
peradilan agar seorang Terdakwa dapat
dikatakan bersalah untuk kemudian dijatuhi pidana haruslah dipenuhi persyaratan
yaitu dipenuhinya seluruh unsur yang didakwakan dalam Surat Dakwaan. Dakwaan
juga harus menjelaskan secara sejelas-jelasnya mengenai bagaimana
kesalahan-kesalahan yang dianggap Saudara Penuntut Umum dilakukan oleh
Terdakwa, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat maupun ambiguitas dalam
pembuatan Surat Dakwaan. Di sinilah terlihat dengan jelas bagaimana dakwaan menjadi
sangat penting karena hal tersebut akan menentukan nasib dan hidup seseorang.
Dalam hal ini maka Saudara Penuntut Umum selaku penyusun dakwaan harus
mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta bagi
penyusunan Surat Dakwaan, oleh sebab itu kiranya Majelis Hakim dapat dengan
bijak dan dengan pikiran jernih menelaah Surat Dakwaan yang diajukan oleh
Saudara Penuntut Umum.
Tujuan kami
membuat Nota Keberatan ini bukanlah sebagai pembenaran, tetapi sebagai
pandangan lain bagi Majelis Hakim untuk memutus perkara ini seadil-adilnya. Selain
itu, Nota Keberatan ini adalah pemenuhan hak bagi Terdakwa AGUS
TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS dalam pemenuhan hak asasi manusia bagi dirinya.
Perlu kami tegaskan sekali lagi bahwa Nota Keberatan ini kami susun tidak dengan maksud untuk mencari-cari kesalahan dalam penyusunan Surat Dakwaan, melainkan demi memastikan terpenuhinya keadilan
yang menjadi hak asasi tiap manusia, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 Deklarasi Universal HAM, Pasal 14 (1) Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 27 (1) dan Pasal 28 D (1) UUD 1945, Pasal 7 dan Pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998
Tentang HAM, Pasal 17 UU No. 39 tahun 1999 Tentang HAM, dimana semua orang
adalah sama dimuka hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas
perlindungan hukum yang sama.
Bahwa Nota Keberatan ini kami buat untuk menjadi penyeimbang dan
pengontrol terhadap materi Surat Dakwaan Penuntut Umum yang telah dikemukakan
panjang lebar dalam persidangan. Kami percaya bahwa Majelis Hakim akan
mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam Nota Keberatan ini
kami mencoba untuk menggugah pandangan dan hati nurani Majelis Hakim maupun Saudara
Penuntut Umum mengenai pentingnya melihat perkara ini secara menyeluruh,
terpadu, dan tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang yuridis sempit atau
dari kacamata hukum legalistis formalistis menurut hukum positif yang ada.
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara
Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang
Pengadilan yang Mulia
Sebelum kami melanjutkan Nota Keberatan ini,
perkenankan kami untuk menyampaikan 4 (empat) hal yang selama ini membuat kami
prihatin, sehubungan dengan sikap dan pandangan dari advokat, hakim, dan jaksa
terhadap suatu Keberatan yaitu :
Pertama, adanya sikap dan pandangan sebagian pencari
keadilan dan advokat mereka yang asal mengajukan keberatan sekalipun mereka
tidak mempunyai dasar hukum dan alasan yang relevan serta keyakinan yang kuat
mengajukan keberatan.
Kedua,
hal yang pertama tersebut, telah dijadikan patokan
oleh banyak Pengadilan untuk menyamaratakan, seakan-akan semua keberatan hanya
mengada-ada saja, sehingga timbul sikap bahwa untuk memenuhi suatu azas
peradilan yang cepat, murah, dan sederhana, maka Keberatan khususnya yang
bersifat materiil lebih praktis ditolak saja.
Ketiga, karena hampir sebagian besar dari Keberatan yang diajukan oleh
Advokat atau Penasihat Hukum pada umumnya selalu ditolak oleh Pengadilan, maka
hal itu telah mengakibatkan Penuntut Umum mempunyai rasa percaya diri yang
berlebihan dalam mempersiapkan Surat Dakwaannya. Yaitu dengan anggapan, bahwa
kalaupun Penasihat Hukum mengajukan Keberatan terhadap Surat Dakwaannya, toh
Keberatan itu akan ditolak oleh Pengadilan.
Dengan pandangan seperti itu, telah mengakibatkan Saudara Penuntut Umum
dalam menyusun Surat Dakwaan hanya sekedar memenuhi syarat formal saja dan
tidak memperhatikan bahkan mengabaikan persyaratan materiil yang harus dipenuhi
dalam suatu Surat Dakwaan bahkan mengabaikan azas-azas dan prinsip-prinsip
hukum yang terkandung dalam KUHAP. Akibatnya rumusan Surat Dakwaan Penuntut
Umum menjadi tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap serta bertentangan
dengan prinsip-prinsip hukum. Sehingga oleh karenanya Surat Dakwaan itu tidak
memenuhi persyaratan materiil suatu Surat Dakwaan, dan bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum yang terkandung di dalam KUHAP.
Hal tersebut di atas, secara umum akan mengakibatkan tidak
berkualitasnya Surat Dakwaan Penuntut Umum dan akan mengakibatkan lahirnya
Surat Dakwaan yang cacat karena bertentangan dengan prinsip hukum yang terkandung
di dalam KUHAP. Dan hal itu merupakan tanggung jawab moral kita bersama. Di sisi
lain hal itu akan berdampak sangat merugikan kepentingan hukum Terdakwa dalam
melakukan pembelaan terhadap dirinya.
Keempat, adanya pandangan atau anggapan yang keliru bahwa Keberatan terhadap
Dakwaan Penuntut Umum adalah merupakan perlawanan terhadap negara.
Anggapan tersebut di atas, telah mengesampingkan hakekat dari suatu Keberatan yang merupakan Instrumen Yuridis, yang dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan serta menjunjung dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada Hak Asasi Manusia serta untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran terhadap Hukum Acara dalam proses peradilan dikarenakan adanya Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-undang.
Hukum Acara Pidana kita telah memberikan hak dan sekaligus
kewajiban kepada kami selaku Penasihat Hukum dari Terdakwa untuk mengajukan
Keberatan atas Surat Dakwaan yang dibuat oleh Saudara Penuntut Umum. Hak dan kewajiban
untuk mengajukan keberatan ini merupakan hak dan kewajiban yang dijamin oleh
pasal 156 ayat (1) KUHAP.
“Dalam hal Terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan Keberatan bahwa
pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan
kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pedapatnya, Hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”
Bahwa seberapa pun skeptisnya Terdakwa untuk memperoleh keadilan,
tetapi sebagai suatu keharusan, haruslah dilalui dengan harapan yang tiada lain
Hakim akan berani memutuskan sesuai
dengan kebenaran yang diperoleh dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan,
yang dapat memberikan keyakinan kepada Hakim, tanpa memperhitungkan apakah
putusan tersebut disukai atau tidak disukai oleh pihak manapun karena
sesuai dengan asasnya, “peradilan
yang benar adalah peradilan yang mengambil putusan berdasarkan fakta yang
benar, merdeka dari segala tekanan, dan pengaruh.”
II. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM
Adapun KEBERATAN yang kami ajukan ini,
meliputi sistematika sebagai berikut :
1.
PENGADILAN
NEGERI PURWOKERTO TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARA INI (Exception Onbevoegheid Van de Rechter)
2.
SURAT DAKWAAN
OBSCUUR LIBEL
3.
SURAT DAKWAAN
ERROR IN PERSONA
4.
SURAT DAKWAAN
PREMATUR
5.
TENTANG
SPLITSING
6.
PASAL YANG
DIDAKWAKAN TIDAK BERDASARKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)
- PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARA INI (Exception Onbevoegheid Van de Rechter)
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Bahwa terkait dengan kompetensi relatif pada perkara yang
didakwakan pada Terdakwa AGUS
TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS bukanlah wewenang dari
Pengadilan Negeri Purwokerto
untuk
mengadili perkara tersebut, hal ini didasarkan bahwa dalam kepala
dakwaan yang terdapat dalam Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Purwokerto yang ditujukan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS sebagai berikut :
Bahwa Ia Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E bin Agustinus, selaku
Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah, yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan dengan Nomor :
KEP-04/KM.6/UP.11/1989. Bersama-sama dengan Bella
Cristalia, S.E. selaku Direktur Utama PT. Sedjahtera, Tbk, dan Tria Ardani,
S.E. selaku Pimpinan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara (dimana dua nama
terakhir diperiksa dalam penuntutan yang terpisah), pada suatu waktu tertentu
antara bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010 atau pada
waktu-waktu tertentu dalam tahun 2010, bertempat di Bank Yustisia cabang
Cilacap, Bank Artaloka cabang Purwokerto, dan Bank Surya Darma cabang
Banjarnegara atau pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara ini,.................dst.
Berdasarkan dakwaan dari Saudara Penuntut Umum
tersebut dapat disimpulkan bahwa locus
delicti tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E.
bin AGUSTINUS terkesan tergesa-gesa dan ceroboh. Dalam dakwaannya Saudara
Penuntut Umum menentukan 3 (tiga) tempat kejadian/locus delicti yaitu Bank Yustisia cabang Cilacap, Bank Artaloka
cabang Purwokerto, dan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara. Namun Saudara
Penuntut Umum menetapkan Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang memeriksa
dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin
AGUSTINUS. Hal ini meng-indikasikan adanya inkonsistensi dakwaan Penuntut Umum
yang ditunjukkan dengan adanya beberapa tempat yang menjadi tempat kejadian
perkara/locus delicti, yaitu Bank
Yustisia cabang Cilacap, Bank Artaloka cabang Purwokerto, Bank Surya Darma
cabang Banjarnegara. Sehingga terlihat bahwa Penuntut Umum terkesan
tergesa-gesa dan terlihat kekhawatiran yang mendalam dalam menentukan locus delicti.
Berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP menyatakan
bahwa pengadilan negeri berwenang mengadili perkara dimana tempat Terdakwa
diketemukan. Dalam perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin
AGUSTINUS, sesuai dengan keterangan yang terdapat di Berita Acara Penangkapan
(BAP), Terdakwa diketemukan di kediaman orang tua Terdakwa di Jalan Kyai Saleh
No. 2 Banjarnegara. Kami berpendapat bahwa seharusnya yang berwenang memeriksa
dan mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Banjarnegara, dimana
Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS diketemukan.
Dari uraian di atas, sudah selayaknya jika
Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk mengadili tindak pidana yang
di dakwakan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS.
- SURAT DAKWAAN OBSCUUR LIBEL
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2)
huruf b KUHAP, maka syarat mutlak menyusun surat dakwaan adalah harus
dicantumkannya uraian mengenai waktu dan tempat terjadinya delik dan delik yang
didakwakan. Syarat mutlak yang mana dalam surat dakwaan tersebut harus
diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap, karena tidak dipenuhinya syarat
mutlak tersebut konsekuensi yuridisnya surat dakwaan batal demi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
Meskipun tidak kita temukan dalam penjelasan umum
dari Pasal 143 KUHAP, tentang apa yang dimaksud dengan uraian atau rumusan
Surat Dakwaan yang cermat, jelas, dan lengkap, yang merupakan persyaratan materiil suatu Surat
Dakwaan, akan tetapi dari beberapa literatur dan dari beberapa pendapat para Ahli
yang telah diakui dan diikuti dalam praktek peradilan serta dari Yurisprudensi
tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia, dapat diperoleh pengertian sebagai
berikut :
Pengertian “Cermat”
Bahwa yang dimaksud dengan cermat adalah,
ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan dan merumuskan Surat Dakwaan,
sehingga tidak terdapat adanya kekurangan atau kekeliruan yang dapat
mengakibatkan batalnya Surat Dakwaan, atau tidak dapat dibuktikannya dakwaan
itu sendiri.
Pengertian “Jelas”
Bahwa yang dimaksud dengan jelas adalah, bahwa
Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan,
sekaligus dipadukan dengan uraian perbuatan materiil/fakta perbuatan yang
dilakukan oleh Terdakwa, dalam Surat Dakwaan.
Pengertian “Lengkap”
Bahwa yang dimaksud dengan lengkap adalah, uraian
dari Surat Dakwaan yang mencakup semua unsur-unsur delik yang dimaksud, yang
dipadukan dengan uraian mengenai keadaan, serta peristiwa dalam hubungannya
dengan perbuatan materiil yang didakwakan sebagai perbuatan yang telah
dilakukan oleh Terdakwa.
Pengertian “Persyaratan
Materiil”
Bahwa mengenai persyaratan materiil meliputi
“cara melakukan” serta “fakta dan keadaan” yang meliputi tindak pidana yang
didakwakan. Bahwa menurut ahli, “fakta dan keadaan” yang dimaksud merupakan
syarat materiil Surat Dakwaan. Akan tetapi mengenai “cara melakukan” adalah
mutlak / imperatif merupakan syarat materiil Surat Dakwaan. (Mengenai hal
tersebut, terdapat dalam tulisan M. YAHYA HARAHAP, SH. dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali”,
Edisi Kedua, Penerbit “Sinar Grafika”, Jakarta 2000, halaman 129 – 133).
Pada
Dakwaan Primair yang didakwakan oleh Saudara Penuntut Umum, tidak menjelaskan
secara jelas siapa yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang terdapat dalam
pasal-pasal yang didakwakan dan tidak diuraikan secara jelas perbuatan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya pada pasal-pasal yang didakwakan.
Bahwa
ketidakjelasan Surat Dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum terlihat dari
kepala Dakwaan yang menggunakan kata “suatu waktu tertentu” dan “pada suatu
tempat tertentu” dalam menentukan tempus delicti dan locus delicti. Hal ini menunjukan bahwa Penuntut Umum ragu-ragu
dalam menentukan tempus delicti dan locus delicti.
Padahal tempus delicti
dan locus delicti adalah
syarat materiil dakwaan yang bila tidak disusun secara jelas dan cermat akan
membuat dakwaan batal demi hukum.
Saudara Penuntut Umum tidak cermat, tidak
jelas, dan tidak lengkap dalam menguraikan harta kekayaan yang diduga merupakan
hasil tindak pidana. Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
mensyaratkan adanya tindak pidana asal, sesuai
dengan pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun tindak pidana asal tidak
wajib dibuktikan, dalam dakwaan tetap harus diuraikan tentang tindak pidana
asal tersebut. Karena hal tersebut merupakan salah satu unsur dari pasal yang
didakwakan.
Menurut YAHYA HARAHAP,
S.H., Surat Dakwaan yang berisi
perumusan yang bertentangan dengan isinya dan menimbulkan keraguan terutama
bagi kepentingan Terdakwa. Surat Dakwaan yang demikian harus dinyatakan batal
demi hukum.
URAIAN PENYERTAAN
SAUDARA PENUNTUT UMUM TIDAK JELAS,
TIDAK CERMAT, TIDAK LENGKAP DALAM MENGURAIKAN "BERSAMA-SAMA
MELAKUKAN ATAU TURUT SERTA MELAKUKAN”
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang
Pengadilan yang Mulia
Dalam dakwaan
Saudara Penuntut Umum halaman ke-2 pada alinea pertama berbunyi:
“Bahwa Ia Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS selaku
Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah, yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan dengan Nomor:
KEP-4/KM.6/UP.11/1989. Bersama-sama dengan Bella Cristalia, S.E.
selaku Direktur Utama PT. Sedjahtera, Tbk, dan Tria Ardani, S.E. selaku
Pimpinan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara...dst” telah melakukan atau
turut serta melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sedemikian rupa
sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut (voortgezzette handeling),
dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana... dst.”
Menilik
konstruksi dakwaan seperti di atas, dimana Penuntut Umum mencantumkan frase “bersama – sama dengan Bella Cristalia, S.E.
dan Tria Ardani, S.E.,” kami Penasihat Hukum Terdakwa beranggapan
seharusnya Saudara Penuntut Umum tegas dan menghindarkankan sikap ragu-ragu
dalam menentukan kualifikasi keturutsertaan Terdakwa. Hal ini mungkin
dilatarbelakangi keterbatasan Saudara Penuntut Umum dalam memahami secara
komprehensif mengenai keturutsertaan sebagaimana dalam pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHAP.
Dakwaan
tersebut adalah tidak jelas
dan kabur berdasarkan analisis yuridis sebagai berikut:
Pada Dakwaan Kesatu tersebut, Terdakwa didakwa melakukan
perbuatan pidana secara bersama-sama dengan Bella Cristalia, S.E. dan Tria
Ardani, S.E., akan tetapi dalam kalimat yang sama Terdakwa sekaligus juga
didakwa sebagai telah melakukan atau turut serta melakukan,
yang pada dasarnya hanyalah pengutipan bunyi pasal - pasal yang didakwakan
saja. Rangkaian kalimat yang disusun Saudara Penuntut Umum membingungkan
(kabur/tidak jelas) sehingga adalah tidak jelas apakah:
A.
Terdakwa, Bella Cristalia, S.E., dan Tria
Ardani, S.E. itu bersama-sama melakukan? Atau
B.
Terdakwa, Bella Cristalia, S.E. dan Tria
Ardani, S.E. bersama-sama turut serta
melakukan? Atau
C.
Terdakwa meiakukan, sedangkan Bella
Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E. turut serta melakukan? Atau
D.
Terdakwa turut serta melakukan, sedangkan
Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani,
S.E. bersama-sama melakukan?
Dalam doktrin Hukum
Pidana ada perbedaan yang tegas antara yang melakukan dan turut serta
melakukan. Dalam melakukan perbuatan harus ada perbuatan fisik yang dilakukan
oleh pelaku tunggal, secara sendiri, dan individual betapapun kecil
perbuatannya. Orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama itu harus
ada kerjasama fisik untuk melakukan perbuatan yang saling berhubungan.
Susunan dakwaan dari Saudara Penuntut
Umum juga dapat berarti bahwa Terdakwa,
Bella Cristalia, S.E., dan Tria Ardani, S.E. bersama-sama melakukan atau turut
serta melakukan. Hal ini menjadikan dakwaan tidak jelas, "yang
melakukan atau turut serta melakukan" bila ketiganya adalah sebagai
orang yang melakukan atau turut serta melakukan?
Saudara Penuntut Umum dalam membuat Surat
Dakwaan telah mencampur - adukan berbagai bentuk penyertaan (deelneming) pada satu orang Terdakwa
sehingga dakwaan menjadi kabur dan tidak jelas. Dengan
mendasarkan pada rumusan dakwaan Saudara Penuntut Umum di atas, maka Terdakwa
adalah sebagai orang yang melakukan (pleger) atau turut serta
melakukan (medepleger).
Ketidakjelasan dan kekaburan yang lain
adalah mengenai tempus delicti antara
orang yang yang melakukan (pleger)
dengan orang yang turut serta melakukan (medepleger) dapat
mempunyai tempus delicti tersendiri. Namun karena hal ini tidak diuraikan oleh Saudara
Penuntut Umum, maka perihal tempus
delicti ini adalah tidak jelas.
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sudang Pengadilan
yang Mulia
Memperhatikan Surat Dakwaan dari Saudara
Penuntut Umum seperti itu, maka sebetulnya kita hanya disuguhkan cerita
kronologis versi Saudara Penuntut Umum
begitu saja. Namun adalah tidak jelas cerita mana yang
dapat dikategorikan sebagai bersama-sama melakukan, turut serta melakukan
(medepleger) dan cerita mana yang masuk dalam turut serta melakukan
(medepleger) atau melakukan (pleger)? Kekaburan ini
memberikan pemahaman seolah kita disuruh memilih sendiri dakwaan yang bagaimana
yang cocok untuk Terdakwa.
Berdasarkan uraian di atas, Penasihat
Hukum sudah cukup membuktikan bahwa Surat Dakwaan yang disusun oleh Saudara
Penuntut Umum tidaklah cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Sehingga dengan
uraian tersebut, Dakwaan Saudara Penuntut Umum dapatlah dinyatakan Obscuur
Libel dan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 143 ayat (2)
KUHAP. Oleh karena itu akan menjadi adil apabila Yang Terhormat Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO,
S.E. bin AGUSTINUS menyatakan Surat
Dakwaan Penuntut Umum adalah BATAL DEMI HUKUM.
- SURAT DAKWAAN ERROR IN PERSONA
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Dalam dakwaan Saudara
Penuntut Umum disebutkan bahwa Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS
didakwa dengan Dakwaan Primair Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang -
undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,
Subsidiair Pasal 4 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a
Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,
Lebih Subsidiair Pasal 5 ayat (1) jo.
Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo.
Pasal 64 ayat (1)
KUHP.
Akan tetapi di sini dipidananya seseorang tidak cukup apabila
orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau
bersifat melawan hukum. Meskipun suatu perbuatan telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan (an
objective breach of a penal provision), tetapi hal tersebut belum memenuhi
syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat
lain, yaitu bahwa orang yang melakukan perbutan itu mempunyai kesalahan atau
bersalah (subjective guild) di sini berlaku azas tiada pidana tanpa kesalahan (nulla poena
sine culpa). Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana
yang menitik beratkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya. Hukum pidana
dewasa ini dapat pula disebut sebagai sculdstraafrecht artinya bahwa
untuk penjatuhan pidana disyaratkan adanya kesalahan si pembuat.
Dalam dakwaan Saudara
Penuntut Umum disebutkan bahwa Terdakwa melakukan
beberapa kali pertemuan dengan Bella Cristalia, S.E. dengan maksud untuk
menawarkan lelang aset tanah dan bangunan berupa Villa Alam Indah milik PT.
Telkom Indonesia (Kandatel) Purwokerto. Hal ini dalam aturan petunjuk
pelaksanaan lelang, seorang Pejabat Lelang Kelas I yang melaksanakan lelang dapat
melakukan penawaran langsung kepada perusahaan-perusahaan untuk mengikuti
lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang tersebut. Selain itu dalam uraian
kejadian yang terdapat dalam surat dakwaan tersebut, disebutkan bahwa “Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa nantinya Saksi
Bella Cristalia, S.E. akan menaikkan harga pembelian aset tanah dan bangunan
berupa Villa Alam Indah oleh PT. Sedjahtera, Tbk sebesar Rp20.000.000.000,00.
Namun dalam pelaksanaannya, harga lelang yang didapat PT. Telkom Indonesia
(Kandatel) Purwokerto sebesar Rp15.000.000.000,00 sesuai dengan harga limit,
dimana harga tersebut merupakan harga lelang eksklusif yaitu harga lelang belum
termasuk bea lelang dan pajak yang akan dibayarkan oleh PT. Telkom Indonesia
(Kandatel) Purwokerto”.
Menurut uraian di atas, jelas bahwa Bella
Cristalia, S.E. bersedia membayar lelang sebesar Rp20.000.000.000,00. Sedangkan
harga yang dibayarkan oleh PT. Sedjahtera, Tbk sebesar Rp15.000.000.000,00
sesuai harga limit adalah atas inisiatif dari Bella Cristalia, S.E. selaku
pimpinan PT. Sedjahtera, Tbk. dan Terdakwa hanya melaksanakan apa yang
diperintahkan Bella Cristalia, S.E.
Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah
cukup membuktikan bahwa Dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum harusnya
ditujukan kepada Bella Cristalia, S.E. dan sangat lah tidak tepat apabila
ditujukan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS sehingga dengan
uraian tersebut, dakwaan Saudara Penuntut Umum dapatlah dinyatakan Error
In Persona.
- SURAT DAKWAAN PREMATUR
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang dikenal tahapan-tahapan dalam proses pencucian uang yang terdiri
atas :
a.
Placement,
merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktifitas kejahatan
melaui sistem keuangan. Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik uang
tunai dari luar sistem keuangan masuk ke dalam sistem keuangan.
Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :
-
penempatan dana dalam bentuk tabungan, giro, deposito;
- pembayaran
angsuran kredit;
- setoran
modal secara tunai.
- penukaran
uang;
- pembelian
polis asuransi;
- pembelian
produk sekuritas atau surat-surat berharga;
b.
Layering (pelapisan)
diartikan sebagai upaya untuk memisahkan atau lebih menjauhkan hasil kejahatan
dari sumbernya atau menciptakan serangkaian transaksi yang kompleks untuk
menyamarkan/mengelabui sumber dana “haram” tersebut dengan cara-cara sebagai
berikut :
-
dana
hasil placement, selanjutnya dipindahkan dari suatu rekening atau
lokasi tertentu ke rekening atau lokasi lain
-
pembukaan
sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif untuk menerima
dana hasil placement dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank, terutama di
negara-negara yang tidak kooperatif dalam upaya memerangi kegiatan pencucian
uang.
-
menggabungkan
antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari
hasil kegiatan yang sah;
-
transaksi yang
dilakukan dalam jumlah relatif kecil namun dengan frekuensi yang tinggi untuk
menghindari pelaporan transaksi tunai (structuring).
-
transaksi dilakukan
dengan menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang berbeda-beda untuk
kepentingan satu orang tertentu (smurfing).
-
melakukan transaksi
di bursa saham dengan menggunakan dana dari hasil placement.
c.
Integration, yaitu
upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu “legitimate explanation”
bagi
hasil kejahatan. Di sini uang yang telah dicuci melalui placement maupun layering dialihkan
ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali
dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang
dicuci. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam
sirkulasi dengan bentuk tertentu sesuai aturan hukum. Cara-cara yang lazim
dilakukan dalam tahapan ini seperti :
-
menggabungkan
uang yang telah dicuci dengan uang yang sah untuk kegiatan bisnis atau
investasi yang sah
-
melakukan
setoran modal bank dengan sumber dana dari perusahaan yang diciptakan untuk
menampung hasil uang haram dan sumber dana yang sah
-
sumbangan
untuk kegiatan sosial melalui yayasan, seperti rumah sakit, pendidikan, amal,
dan pendirian tempat Ibadan dari uang hasil pencucian.
-
pemanfaatan
lain untuk kegiatan tertentu seperti pembelanjaan untuk konsumtif atau
pembiayaan kegiatan lain yang tidak legal. Ketiga tahapan pencucian uang
tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan ”disassociation”
antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak
pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam
melacak si penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana
diketahui, harta kekayaan dari hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari
kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejatan dapat ditelusuri, maka akan secara
mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait (pelaku tindak pidana) dan pada
akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Atas dasar hal ini, hadir suatu
pendekatan baru dalam mengungkap suatu tindak pidana melalui penulusuran hasil
tindak pidana yang dikenal dengan mekanisme anti pencucian uang. Dengan kata
lain, pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak
pidana, perbuatan pidana dan pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak hukum
dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu
sendiri.
Proses
pendeteksian kegiatan pencucian uang baik pada tahap placement,
layering, dan integration akan menjadi dasar untuk
merekonstruksi asosiasi antara uang atau harta hasil kejahatan. Apabila telah
terdeteksi dengan baik, proses hukum dapat segera dimulai, baik dalam rangka
mendakwa tindak pidana pencucian uang maupun kejahatan asalnya yang terkait.
Dalam uraian kejadian
yang terdapat dalam Surat Dakwaan, Saudara Penuntut Umum tidak dapat
menguraikan tentang terjadinya tahap integration,
yang merupakan salah satu tahap dari tindak pidana pencucian uang yang harus
dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat dikatakan pencucian uang.
Saudara Penuntut Umum
tidak dapat menguraikan mengenai tindak pidana asal yang digunakan untuk
memperoleh harta kekayaan. Karena dalam hal ini Terdakwa sudah melaksanakan
lelang dengan baik, sesuai dengan prosedur pelaksanaan lelang. Adanya dana yang
ditransfer oleh PT. Sedjahtera, Tbk ke rekening Terdakwa Agus Triyantoro, S.E.
di Bank Artaloka cabang Purwokerto adalah sah. Dana tersebut untuk pelunasan
dan pajak serta bea lelang.
Oleh karena itu, kami
berpendapat bahwa Saudara Penuntut Umum terlalu tergesa-gesa dalam menentukan
kualifikasi perbuatan Terdakwa sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang dan membawa
perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS ke
Pengadilan.
Berdasarkan
uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa dakwaan yang
disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan Prematur.
5. TENTANG
SPLITSING
Perkara tidak
seharusnya dipisah (splitsing)
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Praktik
buruk dalam penuntutan di pengadilan kita, terutama dalam perkara yang ada
penyertaan (deelneming) acapkali
dilakukan pemisahan atau dilakukan splitsing. Hal ini apabila kita cermati,
bukan karena adanya perbedaan peran dari masing-masing Terdakwa, tetapi umumnya karena tidak ada
saksi yang cukup untuk membuktikan kebenaran dari sangkaan. Paling tidak, ada
keraguan dari Saudara Penuntut Umum bahwa masing-masing Terdakwa apabila tidak
bersaksi untuk Terdakwa yang lain, maka dakwaan itu tidak akan terbukti. Sebagai
cover up menutupi keraguan itu maka
Saudara Penuntut Umum biasanya hanya menyebut mantra ajaib “bersama-sama” dalam
dakwaan dan mantra lainnya “akan didakwa secara terpisah”.
Hal yang
pasti bahwa para saksi mahkota itu akan mengalami posisi dilematis, karena
adanya tekanan psikologis, sebab sebagai saksi dia harus menyatakan apa yang
dia dengar, dia lihat dan dia rasakan sendiri, bukan seperti yang dikehendaki
oleh orang lain. Saksi ini akan terikat dengan sumpahnya. Apabila dia
berbohong, maka bukan hanya perkara pokoknya saja yang mengancam dia, tetapi
perkara sumpah palsu pasti menunggu untuk menambah hukumannya. Seperti
yang ditegaskan dalam Pasal 242 KUHP. Apalagi dalam perkara ini, perkara
pidana. Ancaman hukuman sumpah palsu itu cukup tinggi sampai 9 tahun penjara.
Menurut Prof. Dr. Indrianto Seno Adji bahwa semestinya para pelaku peserta
diadili sekaligus dan perkaranya tidak dipisah-pisah. Pemisahan perkara
menimbulkan putus dan yang tidak sinkron satu dengan yang lainnya sehingga
menimbulkan suatu ketidakadilan.
Prof.
Mr. Dr. A.Z. Abidin Farid menyatakan bahwa “sifat khusus turut melakukan (medpleger), yaitu perbuatan-perbuatan
pelaksanaan dan perbuatan yang sangat penting bagi terwujudnya delik merupakan
suatu kesatuan yang mewujudkan delik, sehingga tiap - tiap peserta saling
bertanggungjawab sesama pelaku peserta (accessoiriteit).
Jika perkara dipisah - pisah (splitsing)
dan diadili sendiri - sendiri, lalu masing - masing Terdakwa bergantian menjadi
saksi terhadap pelaku lain, padahal mereka telah melakukan delik penyertaan,
maka hal tersebut melanggar dasar dan sendi Hukum Acara Pidana Indonesia yang
bersifat accussatoir yang berarti
kita kembali pada zaman penjajahan yang Hukum Pidananya sifat inquisatoir.”
Pada dasarnya secara prinsip KUHAP
menyatakan dalam Pasal 66 jo. Pasal 189 ayat (2) KUHAP bahwa Tersangka atau
Terdakwa tidak boleh dibebani kewajiban pembuktian dan keterangan Terdakwa
tersebut hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri, di samping itu Terdakwa
juga memiliki hak ingkar berdasarkan Pasal 175 KUHAP.
Artinya pemecahan berkas perkara
itu sendiri sudah mengandung kelemahan hukum sedari semula. Karena Terdakwa
akan bersaksi yang mana kesaksiannya tersebut secara tidak langsung dapat
memberatkan tindak pidana yang dilakukannya.
Azas
Nonself Incrimination
Konsekuensi lain dari splitsing, para
pelaku harus saling bersaksi dalam perkara masing-masing. Dalam satu perkara
pelaku memiliki dua kedudukan, baik sebagai saksi maupun terdakwa. Akibatnya
timbul saksi mahkota. Hal itu tidak bisa dibenarkan. Karena dalam memberikan
keterangan saksi harus disumpah. Artinya dia tidak boleh bohong. Sementara,
dalam kapasitas Terdakwa, pelaku tidak disumpah. Ia punya hak ingkar. Artinya
dia boleh bohong. Kondisi itu sangat tidak adil bagi Terdakwa. Dengan kata lain
KUHAP sebenarnya melarang penggunaan terdakwa untuk menjadi saksi dalam perkara
yang berkasnya dipecah. Ketentuan serupa juga bisa ditemukan dalam Putusan MA: No 1174 K/Pid/1994, No 1590
K/Pid/1994, No 1592 K/Pid/1994, No 1706 K/Pid/1994, No 381 K/Pid/1995, dan No
429 K/Pid/1995 yang telah menciptakan yurisprudensi yang berbobot dan
bernilai mengenai status hukum ”Saksi Mahkota” yang selama puluhan tahun
dijalankan dan diterima oleh para hakim sebagai sesuatu yang benar.
Dengan
adanya yurisprudensi baru ini, maka adanya ”Saksi Mahkota” adalah bertentangan
dengan Hukum Acara Pidana yang menjunjung tinggi prinsip - prinsip Hak Asasi
Manusia. Hakim seharusnya menolak saksi mahkota (Ali Budiarto, Varia Peradilan
No 120, September 1995). Sementara, tujuan dari penegakan
hukum, tidak hanya menegakan hukum, tapi juga keadilan. Padahal, Terdakwa tidak
boleh dipersalahkan atas keterangannya. Apalagi, keterangan yang diberikan
besar kemungkinan menunjukan kesalahan dia dalam kasus tersebut. Dia mengatakan
hal yang membenarkan kesalahannya.
Di sisi lain, hal ini kerap dijadikan
petunjuk bagi hakim dalam menangani kasus pelaku itu sendiri. Padahal selaku
Terdakwa ia memiliki hak ingkar. Praktek saksi mahkota mengakibatkan pengadilan
dilaksanakan tidak berdasarkan hukum acara (due
proecss of law). Itu bisa dijadikan alasan kasasi dan banding. Terkait
dengan penyusulan Terdakwa baru, hal itu melanggar
azas praduga tak bersalah. Sebab pemeriksaan di muka persidangan belum
selesai. Namun dengan putusan Terdakwa lama ia sudah dinyatakan bersalah.
Artinya pemeriksaan itu hanya formalitas saja.
Deelneming
Menurut Ahli hukum acara pidana
Chairul Huda, splitsing di Pengadilan
tidak tepat. Bahkan bisa menutup siapa pelaku utamanya. Sebab, pemisahan
perkara menyebabkan unsur penyertaan tidak terbukti. Pasalnya, penentuan siapa
pelaku (pleger) dan turut seta melakukan (medepleger) tidak
jelas. Padahal, unsur penyertaan itu harus dibuktikan karena itu merupakan
unsur delik. Jika tidak dibuktikan, berarti unsur dakwaan tidak terbukti.
Rudy Satrio, Ahli hukum pidana
Universitas Indonesia menjelaskan splitsing
dapat menyulitkan jaksa dalam membuktikan hubungan pelaku satu dengan pelaku
lainnya. Pasalnya, dalam tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang otomatis
diperlukan pembuktian antara pelaku. Apabila perkaranya di-split bagaimana bisa
mengetahui hubungan antar pelaku. Akibat penentuan kualitas deelneming (penyertaan) yang tidak jelas
mengakibatkan perbedaan penerapan hukum.
Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah
cukup membuktikan bahwa dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat
dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA.
- PASAL YANG DIDAKWAKAN TIDAK BERDASARKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)
Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
Surat
Dakwaan Saudara Penuntut Umum merupakan dakwaan dengan uraian yang tidak
jelas dan tidak lengkap. Terutama karena Penuntut Umum menentukan pasal
yang didakwakan tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan sebagaimana termaktub
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Saudara
Penuntut Umum kurang bijaksana dalam menentukan pasal yang didakwakan kepada
Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS. Menurut pandapat kami, seyogyanya
Saudara Penuntut Umum dalam menentukan pasal yang didakwakan harus merujuk pada
pasal yang dikenakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP pihak
Penyidik telah menentukan terdapat dua tindak pidana, yaitu tindak pidana
pencucian uang dan penggelapan. Namun Saudara Penuntut Umum tidak mengindahkan
hasil dari penyidikan penyidik, dimana dalam dakwaannya Saudara Penuntut Umum
menentukan pasal yang didakwakan mengenai tindak pidana pencucian uang dan
korupsi. Hal ini menunjukkan Saudara Penuntut Umum tidak konsisten dalam
menentukan pasal yang didakwakan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin
AGUSTINUS.
Berdasarkan
uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa dakwaan yang
disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA.
III.
PENUTUP
Majelis Hakim yang Terhormati
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang
Pengadilan yang Mulia
Perlu kami sampaikan pada bagian penutup ini, bahwa segala
Keberatan kami di atas semuanya adalah tentang formalitas Surat Dakwaan. Segala
uraian kami di atas dalam rangka menguji kecermatan, kejelasan dan kelengkapan
Surat Dakwaan yang telah dirumuskan oleh Saudara Penuntut Umum, sama sekali
tidak membahas "pokok perkara". Sehingga, mohon dengan hormat Saudara
Penuntut Umum, tidak menghindar dari kewajibannya untuk menanggapi dengan
jawaban klasik seperti "Keberatan Penasihat Hukum telah memasuki
pokok perkara". Pengamatan kami, bila Saudara Penuntut Umum kesulitan
menanggapi maka dengan mudah dan dengan bahasa yang standar, mengatakan bahwa
kami telah memasuki Pokok Perkara.
Marilah sebagai sesama penegak hukum kita mengupayakan kebenaran
dan keadilan, apabila memang perkara ini menurut hukum tidak dapat dilanjutnya,
maka sudah seharusnya perkara ini dihentikan sampai di sini. Janganlah
memaksakan diri untuk memenuhi target tertentu atau sekedar menyelamatkan muka
dengan mengorbankan Terdakwa dan mengorbankan hukum serta keadilan dan
kebenaran itu sendiri.
Bahwa selanjutnya dari keberatan kami tersebut di atas dapat
disimpulkan beberapa hal yang menyangkut mengenai Surat Dakwaan Penuntut Umum
sebagai berikut :
- Bahwa Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS;
- Bahwa Penuntut Umum telah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menyusun dan menguraikan Surat Dakwaannya, sehingga tidak memenuhi syarat materiil suatu Surat Dakwaan sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingga oleh karenanya adalah cukup beralasan apabila dakwaan tersebut dinyatakan BATAL DEMI HUKUM, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP;
- Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS Error In Persona;
- Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS Prematur;
- Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS tidak seharusnya dipisah (Splitsing);
- Bahwa pasal yang didakwakan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS tidak berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Berdasarkan
hal-hal yang telah diuraikan di atas, bersama ini kami Penasihat Hukum
mengajukan permohonan agar Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Purwokerto yang memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS
TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS, berkenan untuk memberikan Putusan Sela dengan
amar sebagai berikut:
PRIMAIR
- Menerima dan mengabulkan Keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS untuk seluruhnya;
- Menyatakan Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS;
3. Menyatakan
Surat Dakwaan Penuntut Umum Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat
diterima;
4. Menyatakan
agar Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS dikeluarkan dari tahanan;
- Membebankan biaya kepada Negara;
atau
SUBSIDIAIR
Apabila
Majelis Hakim berpendapat lain maka kami mohon agar diberikan putusan yang
seadil-adilnya, demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan hukum yang berlaku
(Ex aequo et bono) dan atas dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Purwokerto, 11 April 2011
Hormat
Kami,
PENASIHAT
HUKUM TERDAKWA
KURNIA
WANODYA, S.H., LL.M.
wddwdd
BalasHapus