Sabtu, 18 Oktober 2014

Eksepsi Keberatan Kasus Pencucian Uang (TPPU)



NEMO PRUDENS PUNITUT  PRAETARIA REVOCANTUR SED UT FUTURA PRAEVENIANTUR

(no wise man punishes in order the past thinks maybe recalled but the future wrongs maybe prevented)

NEMO PUNITUR SINE INJURIA, FACTO, SEU DEFALTA
(no one is punished unless for someone, act or default)


KEBERATAN

Atas Surat Dakwaan Penuntut Umum
No. Reg. Perk. : PDM – 014 / PURWOKERTO / EP.1 / 03 / 2011
Pada Pengadilan Negeri Purwokerto



Majelis Hakim yang TerhormatP
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Dengan hormat,
Bertanda tangan di bawah ini:

Kurnia Wanodya, S.H., LL.M.

Advokat pada WOITILA WANODYA AND PARTNERS yang berkantor di Jalan Jend. A. Yani, No. 7, Purwokerto. Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 Januari 2011 yang telah dididaftarkan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Purwokerto dengan Nomor Register Perkara : 015 / Pid.B / 2011 / PN - PURWOKERTO, bertindak sebagai Penasihat Hukum Terdakwa.
Untuk dan atas nama Terdakwa :
         
Nama Lengkap                : Agus Triyantoro, S.E. bin Agustinus
Tempat lahir                   : Surabaya
Umur/tanggal lahir         : 52 tahun/8 Juli 1958
Jenis Kelamin                 : Laki – laki
Kebangsaan                    : Indonesia
  Tempat Tinggal                : Jalan Merdeka No. 15, Purwokerto
Agama                            : Kristen
Pendidikan                      : S-1 Ilmu Ekonomi Universitas Sriwijaya
Pekerjaan                     : PNS (Pejabat Lelang kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto)

Sesuai dengan hak yang diberikan oleh undang-undang terhadap Terdakwa bersama ini kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, mengajukan KEBERATAN dengan sistematika sebagai berikut :

                     I.        PENDAHULUAN
                   II.        KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM
                  III.        PENUTUP










I.     PENDAHULUAN

          Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

          Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha Adil karena pada kesempatan hari ini kami dapat mengajukan Nota Keberatan atas Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perk. : PDM–014/PURWOKERTO/EP.1/03/2011. Kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim dan Saudara Penuntut Umum atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan Keberatan atas Surat Dakwaan Penuntut Umum yang telah kami terima sebelum persidangan dimulai pada tanggal 4 April 2011. Dan juga kami berdoa agar Majelis Hakim dapat memutus perkara seadil-adilnya dalam perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS.

          Setelah berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tahun 1981, maka tidak dijumpai istilah eksepsi sebagai tanggapan atas Dakwaan Penuntut Umum yang dikenal pada masa berlakunya HIR.

          Bahwa tanggapan terhadap Dakwaan Penuntut Umum dikenal sebagai Keberatan yang mempunyai makna Keberatan secara luas, yang diberikan oleh KUHAP kepada Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa untuk menanggapi Dakwaan Penuntut Umum, dengan demikian Terdakwa atau Penasihat Hukumnya berhak untuk mengajukan keberatan atas seluruh isi dari Surat Dakwaan Penuntut Umum mulai dari Identitas Terdakwa, Penahanan, dan Dakwaan itu sendiri sebagaimana dimaksud pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menurut Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa adalah tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta hukum.
Setelah kami menerima dan membaca dengan seksama Surat Dakwaan oleh yang kami hormati Saudara Penuntut Umum serta mempelajari dan mengkritisi berkas perkara atas nama Terdakwa, yang pada dasarnya adalah mendakwa Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS sebagai berikut:
Dakwaan Primair                : melanggar Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Dakwaan Subsidiair            : melanggar Pasal 4 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
Dakwaan Lebih Subsidiair   : melanggar  Pasal 5 ayat (1) Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang  jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP

Kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa merasa wajib menyampaikan Nota Keberatan ini, karena Surat Dakwaan dibuat bukan hanya atas dasar hasil pemeriksaan namun lebih banyak didasarkan atas imajinasi dan spekulasi, sehingga secara umum yang terkesan adalah hanya mengada-ada.

Sebelum melanjutkan ke tahap persidangan selanjutnya, maka kami mengajak Majelis Hakim dan Saudara Penuntut Umum untuk melakukan penelaahan yang mendalam terlebih dahulu, apakah dakwaan dari Saudara Penuntut Umum telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di KUHAP.

Hal ini didasarkan pada fungsi dari dakwaan itu sendiri:          
 “Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang di muat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu.” (Andi Hamzah)

Martiman Prodjohatmidjojo mengatakan bahwa :
“SURAT DAKWAAN adalah untuk menentukan batas-batas pemerikasaan dan penilaian Hakim terhadap suatu perkara pidana, menurut fakta-fakta yang dituduhkan dan Hakim hanya boleh memutus atas dasar fakta-fakta tersebut, serta tidak boleh lebih ataupun kurang. Dimana bagi Terdakwa atau Penasihat Hukum SURAT DAKWAAN tersebut merupakan dasar untuk mempersiapkan Pembelaan dan oleh karena itu dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap demi kepentingan semua pihak. Sehingga dakwaan yang tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap akan merugikan hak pembelaan Terdakwa yang telah dijamin oleh hukum dan oleh karenanya dapat dinyatakan batal demi hukum.

Melihat dari uraian singkat dari pengertian dakwaan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dakwaan mempunyai peran penting dalam peradilan perkara pidana karena segala proses pemeriksaan didasarkan pada apa yang telah didakwakan. Dan dalam proses peradilan  agar seorang Terdakwa dapat dikatakan bersalah untuk kemudian dijatuhi pidana haruslah dipenuhi persyaratan yaitu dipenuhinya seluruh unsur yang didakwakan dalam Surat Dakwaan. Dakwaan juga harus menjelaskan secara sejelas-jelasnya mengenai bagaimana kesalahan-kesalahan yang dianggap Saudara Penuntut Umum dilakukan oleh Terdakwa, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat maupun ambiguitas dalam pembuatan Surat Dakwaan. Di sinilah terlihat dengan jelas bagaimana dakwaan menjadi sangat penting karena hal tersebut akan menentukan nasib dan hidup seseorang. Dalam hal ini maka Saudara Penuntut Umum selaku penyusun dakwaan harus mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta bagi penyusunan Surat Dakwaan, oleh sebab itu kiranya Majelis Hakim dapat dengan bijak dan dengan pikiran jernih menelaah Surat Dakwaan yang diajukan oleh Saudara Penuntut Umum.

Tujuan kami membuat Nota Keberatan ini bukanlah sebagai pembenaran, tetapi sebagai pandangan lain bagi Majelis Hakim untuk memutus perkara ini seadil-adilnya. Selain itu, Nota Keberatan ini adalah pemenuhan hak bagi Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS dalam pemenuhan hak asasi manusia bagi dirinya.

Perlu kami tegaskan sekali lagi bahwa Nota Keberatan ini kami susun tidak dengan maksud untuk mencari-cari kesalahan dalam penyusunan Surat Dakwaan, melainkan demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak asasi tiap manusia, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 Deklarasi Universal HAM, Pasal 14 (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 27 (1) dan Pasal 28 D (1) UUD 1945, Pasal 7 dan Pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang HAM, Pasal 17 UU No. 39 tahun 1999 Tentang HAM, dimana semua orang adalah sama dimuka hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang sama.

          Bahwa Nota Keberatan ini kami buat untuk menjadi penyeimbang dan pengontrol terhadap materi Surat Dakwaan Penuntut Umum yang telah dikemukakan panjang lebar dalam persidangan. Kami percaya bahwa Majelis Hakim akan mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam Nota Keberatan ini kami mencoba untuk menggugah pandangan dan hati nurani Majelis Hakim maupun Saudara Penuntut Umum mengenai pentingnya melihat perkara ini secara menyeluruh, terpadu, dan tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang yuridis sempit atau dari kacamata hukum legalistis formalistis menurut hukum positif yang ada.

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami  Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia
           
Sebelum kami melanjutkan Nota Keberatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan 4 (empat) hal yang selama ini membuat kami prihatin, sehubungan dengan sikap dan pandangan dari advokat, hakim, dan jaksa terhadap suatu Keberatan yaitu :

Pertama, adanya sikap dan pandangan sebagian pencari keadilan dan advokat mereka yang asal mengajukan keberatan sekalipun mereka tidak mempunyai dasar hukum dan alasan yang relevan serta keyakinan yang kuat mengajukan keberatan.

Kedua, hal yang pertama tersebut, telah dijadikan patokan oleh banyak Pengadilan untuk menyamaratakan, seakan-akan semua keberatan hanya mengada-ada saja, sehingga timbul sikap bahwa untuk memenuhi suatu azas peradilan yang cepat, murah, dan sederhana, maka Keberatan khususnya yang bersifat materiil lebih praktis ditolak saja.

Ketiga,  karena hampir sebagian besar dari Keberatan yang diajukan oleh Advokat atau Penasihat Hukum pada umumnya selalu ditolak oleh Pengadilan, maka hal itu telah mengakibatkan Penuntut Umum mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan dalam mempersiapkan Surat Dakwaannya. Yaitu dengan anggapan, bahwa kalaupun Penasihat Hukum mengajukan Keberatan terhadap Surat Dakwaannya, toh Keberatan itu akan ditolak oleh Pengadilan.
Dengan pandangan seperti itu, telah mengakibatkan Saudara Penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan hanya sekedar memenuhi syarat formal saja dan tidak memperhatikan bahkan mengabaikan persyaratan materiil yang harus dipenuhi dalam suatu Surat Dakwaan bahkan mengabaikan azas-azas dan prinsip-prinsip hukum yang terkandung dalam KUHAP. Akibatnya rumusan Surat Dakwaan Penuntut Umum menjadi tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap serta bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum. Sehingga oleh karenanya Surat Dakwaan itu tidak memenuhi persyaratan materiil suatu Surat Dakwaan, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang terkandung di dalam KUHAP.
Hal tersebut di atas, secara umum akan mengakibatkan tidak berkualitasnya Surat Dakwaan Penuntut Umum dan akan mengakibatkan lahirnya Surat Dakwaan yang cacat karena bertentangan dengan prinsip hukum yang terkandung di dalam KUHAP. Dan hal itu merupakan tanggung jawab moral kita bersama. Di sisi lain hal itu akan berdampak sangat merugikan kepentingan hukum Terdakwa dalam melakukan pembelaan terhadap dirinya.
Keempat, adanya pandangan atau anggapan yang keliru bahwa Keberatan terhadap Dakwaan Penuntut Umum adalah merupakan perlawanan terhadap negara.

Anggapan tersebut di atas, telah mengesampingkan hakekat dari suatu Keberatan yang merupakan Instrumen Yuridis, yang dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan serta menjunjung dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada  Hak Asasi Manusia serta untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran terhadap Hukum Acara dalam proses peradilan dikarenakan adanya Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-undang.

Hukum Acara Pidana kita telah memberikan hak dan sekaligus kewajiban kepada kami selaku Penasihat Hukum dari Terdakwa untuk mengajukan Keberatan atas Surat Dakwaan yang dibuat oleh Saudara Penuntut Umum. Hak dan kewajiban untuk mengajukan keberatan ini merupakan hak dan kewajiban yang dijamin oleh pasal 156 ayat (1) KUHAP.

Dalam hal Terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan Keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pedapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”

Bahwa seberapa pun skeptisnya Terdakwa untuk memperoleh keadilan, tetapi sebagai suatu keharusan, haruslah dilalui dengan harapan yang tiada lain Hakim akan berani memutuskan sesuai dengan kebenaran yang diperoleh dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, yang dapat memberikan keyakinan kepada Hakim, tanpa memperhitungkan apakah putusan tersebut disukai atau tidak disukai oleh pihak manapun karena sesuai dengan asasnya, “peradilan yang benar adalah peradilan yang mengambil putusan berdasarkan fakta yang benar, merdeka dari segala tekanan, dan pengaruh.”














II.       KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM

Adapun KEBERATAN yang kami ajukan ini, meliputi sistematika sebagai berikut :
1.    PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARA INI (Exception Onbevoegheid Van de Rechter)
2.    SURAT DAKWAAN OBSCUUR LIBEL
3.    SURAT DAKWAAN ERROR IN PERSONA
4.    SURAT DAKWAAN PREMATUR
5.    TENTANG SPLITSING
6.    PASAL YANG DIDAKWAKAN TIDAK BERDASARKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)

  1. PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO TIDAK BERWENANG MENGADILI   PERKARA INI (Exception Onbevoegheid Van de Rechter)

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Bahwa terkait dengan kompetensi relatif pada perkara yang didakwakan pada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS bukanlah wewenang dari Pengadilan Negeri Purwokerto untuk mengadili perkara tersebut, hal ini didasarkan bahwa dalam kepala dakwaan yang terdapat dalam Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Purwokerto yang ditujukan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS sebagai berikut :

Bahwa Ia Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E bin Agustinus, selaku Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah, yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dengan Nomor : KEP-04/KM.6/UP.11/1989. Bersama-sama dengan Bella Cristalia, S.E. selaku Direktur Utama PT. Sedjahtera, Tbk, dan Tria Ardani, S.E. selaku Pimpinan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara (dimana dua nama terakhir diperiksa dalam penuntutan yang terpisah), pada suatu waktu tertentu antara bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010 atau pada waktu-waktu tertentu dalam tahun 2010, bertempat di Bank Yustisia cabang Cilacap, Bank Artaloka cabang Purwokerto, dan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara atau pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,.................dst.

Berdasarkan dakwaan dari Saudara Penuntut Umum tersebut dapat disimpulkan bahwa locus delicti tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS terkesan tergesa-gesa dan ceroboh. Dalam dakwaannya Saudara Penuntut Umum menentukan 3 (tiga) tempat kejadian/locus delicti yaitu Bank Yustisia cabang Cilacap, Bank Artaloka cabang Purwokerto, dan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara. Namun Saudara Penuntut Umum menetapkan Pengadilan Negeri Purwokerto yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS. Hal ini meng-indikasikan adanya inkonsistensi dakwaan Penuntut Umum yang ditunjukkan dengan adanya beberapa tempat yang menjadi tempat kejadian perkara/locus delicti, yaitu Bank Yustisia cabang Cilacap, Bank Artaloka cabang Purwokerto, Bank Surya Darma cabang Banjarnegara. Sehingga terlihat bahwa Penuntut Umum terkesan tergesa-gesa dan terlihat kekhawatiran yang mendalam dalam menentukan locus delicti.

Berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa pengadilan negeri berwenang mengadili perkara dimana tempat Terdakwa diketemukan. Dalam perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS, sesuai dengan keterangan yang terdapat di Berita Acara Penangkapan (BAP), Terdakwa diketemukan di kediaman orang tua Terdakwa di Jalan Kyai Saleh No. 2 Banjarnegara. Kami berpendapat bahwa seharusnya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Banjarnegara, dimana Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS diketemukan.

Dari uraian di atas, sudah selayaknya jika Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk mengadili tindak pidana yang di dakwakan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS.

  1. SURAT DAKWAAN OBSCUUR LIBEL

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, maka syarat mutlak menyusun surat dakwaan adalah harus dicantumkannya uraian mengenai waktu dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan. Syarat mutlak yang mana dalam surat dakwaan tersebut harus diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap, karena tidak dipenuhinya syarat mutlak tersebut konsekuensi yuridisnya surat dakwaan batal demi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
Meskipun tidak kita temukan dalam penjelasan umum dari Pasal 143 KUHAP, tentang apa yang dimaksud dengan uraian atau rumusan Surat Dakwaan yang cermat, jelas, dan lengkap, yang merupakan persyaratan materiil suatu Surat Dakwaan, akan tetapi dari beberapa literatur dan dari beberapa pendapat para Ahli yang telah diakui dan diikuti dalam praktek peradilan serta dari Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia, dapat diperoleh pengertian sebagai berikut :

Pengertian “Cermat”
Bahwa yang dimaksud dengan cermat adalah, ketelitian Penuntut Umum dalam mempersiapkan dan merumuskan Surat Dakwaan, sehingga tidak terdapat adanya kekurangan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya Surat Dakwaan, atau tidak dapat dibuktikannya dakwaan itu sendiri.

Pengertian “Jelas”
Bahwa yang dimaksud dengan jelas adalah, bahwa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan, sekaligus dipadukan dengan uraian perbuatan materiil/fakta perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa, dalam Surat Dakwaan.

Pengertian “Lengkap”
Bahwa yang dimaksud dengan lengkap adalah, uraian dari Surat Dakwaan yang mencakup semua unsur-unsur delik yang dimaksud, yang dipadukan dengan uraian mengenai keadaan, serta peristiwa dalam hubungannya dengan perbuatan materiil yang didakwakan sebagai perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa.



Pengertian “Persyaratan Materiil”
Bahwa mengenai persyaratan materiil  meliputi “cara melakukan” serta “fakta dan keadaan” yang meliputi tindak pidana yang didakwakan. Bahwa menurut ahli, “fakta dan keadaan” yang dimaksud merupakan syarat materiil Surat Dakwaan. Akan tetapi mengenai “cara melakukan” adalah mutlak / imperatif merupakan syarat materiil Surat Dakwaan. (Mengenai hal tersebut, terdapat dalam tulisan M. YAHYA HARAHAP, SH. dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali”, Edisi Kedua, Penerbit “Sinar Grafika”, Jakarta 2000, halaman 129 – 133).

Pada Dakwaan Primair yang didakwakan oleh Saudara Penuntut Umum, tidak menjelaskan secara jelas siapa yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang terdapat dalam pasal-pasal yang didakwakan dan tidak diuraikan secara jelas perbuatan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya pada pasal-pasal yang didakwakan.

Bahwa ketidakjelasan Surat Dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum terlihat dari kepala Dakwaan yang menggunakan kata suatu waktu  tertentu” dan “pada suatu tempat tertentu”  dalam menentukan tempus delicti dan locus delicti. Hal ini menunjukan bahwa Penuntut Umum ragu-ragu dalam menentukan tempus delicti dan locus delicti. Padahal tempus delicti dan locus delicti adalah syarat materiil dakwaan yang bila tidak disusun secara jelas dan cermat akan membuat dakwaan batal demi hukum.

Saudara Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menguraikan harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana. Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang mensyaratkan adanya tindak pidana asal, sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan, dalam dakwaan tetap harus diuraikan tentang tindak pidana asal tersebut. Karena hal tersebut merupakan salah satu unsur dari pasal yang didakwakan.

Menurut YAHYA HARAHAP, S.H., Surat Dakwaan yang berisi perumusan yang bertentangan dengan isinya dan menimbulkan keraguan terutama bagi kepentingan Terdakwa. Surat Dakwaan yang demikian harus dinyatakan batal demi hukum.

URAIAN PENYERTAAN

SAUDARA PENUNTUT UMUM TIDAK JELAS, TIDAK CERMAT, TIDAK LENGKAP DALAM MENGURAIKAN "BERSAMA-SAMA MELAKUKAN ATAU TURUT SERTA MELAKUKAN”

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Dalam dakwaan Saudara Penuntut Umum halaman ke-2 pada alinea pertama berbunyi:
Bahwa Ia Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS selaku Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah, yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dengan Nomor: KEP-4/KM.6/UP.11/1989. Bersama-sama dengan Bella Cristalia, S.E. selaku Direktur Utama PT. Sedjahtera, Tbk, dan Tria Ardani, S.E. selaku Pimpinan Bank Surya Darma cabang Banjarnegara...dst” telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut (voortgezzette handeling), dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana... dst.”

Menilik konstruksi dakwaan seperti di atas, dimana Penuntut Umum mencantumkan frase “bersama – sama dengan Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E.,” kami Penasihat Hukum Terdakwa beranggapan seharusnya Saudara Penuntut Umum tegas dan menghindarkankan sikap ragu-ragu dalam menentukan kualifikasi keturutsertaan Terdakwa. Hal ini mungkin dilatarbelakangi keterbatasan Saudara Penuntut Umum dalam memahami secara komprehensif mengenai keturutsertaan sebagaimana dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP.

Dakwaan tersebut adalah tidak jelas dan kabur berdasarkan analisis yuridis sebagai berikut:

Pada Dakwaan Kesatu tersebut, Terdakwa didakwa melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dengan Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E., akan tetapi dalam kalimat yang sama Terdakwa sekaligus juga didakwa sebagai telah melakukan atau turut serta melakukan, yang pada dasarnya hanyalah pengutipan bunyi pasal - pasal yang didakwakan saja. Rangkaian kalimat yang disusun Saudara Penuntut Umum membingungkan (kabur/tidak jelas) sehingga adalah tidak jelas apakah:



A.           Terdakwa, Bella Cristalia, S.E., dan Tria Ardani, S.E. itu bersama-sama melakukan? Atau
B.            Terdakwa, Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E.  bersama-sama turut serta melakukan? Atau
C.           Terdakwa meiakukan, sedangkan Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E. turut serta melakukan? Atau
D.           Terdakwa turut serta melakukan, sedangkan Bella Cristalia, S.E. dan Tria Ardani, S.E. bersama-sama melakukan?

Dalam doktrin Hukum Pidana ada perbedaan yang tegas antara yang melakukan dan turut serta melakukan. Dalam melakukan perbuatan harus ada perbuatan fisik yang dilakukan oleh pelaku tunggal, secara sendiri, dan individual betapapun kecil perbuatannya. Orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama itu harus ada kerjasama fisik untuk melakukan perbuatan yang saling berhubungan.

Susunan dakwaan dari Saudara Penuntut Umum  juga dapat berarti bahwa Terdakwa, Bella Cristalia, S.E., dan Tria Ardani, S.E. bersama-sama melakukan atau turut serta melakukan. Hal ini menjadikan dakwaan tidak jelas, "yang melakukan atau turut serta melakukan" bila ketiganya adalah sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan?

Saudara Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan telah mencampur - adukan berbagai bentuk penyertaan (deelneming) pada satu orang Terdakwa sehingga dakwaan menjadi kabur dan tidak jelas. Dengan mendasarkan pada rumusan dakwaan Saudara Penuntut Umum di atas, maka Terdakwa adalah sebagai orang yang melakukan (pleger) atau turut serta melakukan (medepleger).

Ketidakjelasan dan kekaburan yang lain adalah mengenai tempus delicti antara orang yang yang melakukan (pleger) dengan orang yang turut serta melakukan (medepleger) dapat mempunyai tempus delicti tersendiri. Namun karena hal ini tidak diuraikan oleh Saudara Penuntut Umum, maka perihal tempus delicti ini adalah tidak jelas.

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sudang Pengadilan yang Mulia

Memperhatikan Surat Dakwaan dari Saudara Penuntut Umum seperti itu, maka sebetulnya kita hanya disuguhkan cerita kronologis versi Saudara Penuntut Umum  begitu saja. Namun adalah tidak jelas cerita mana yang dapat dikategorikan sebagai bersama-sama melakukan, turut serta melakukan (medepleger) dan cerita mana yang masuk dalam turut serta melakukan (medepleger) atau melakukan (pleger)? Kekaburan ini memberikan pemahaman seolah kita disuruh memilih sendiri dakwaan yang bagaimana yang cocok untuk Terdakwa.

Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa Surat Dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum tidaklah cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Sehingga dengan uraian tersebut, Dakwaan Saudara Penuntut Umum dapatlah dinyatakan Obscuur Libel dan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP. Oleh karena itu akan menjadi adil apabila Yang Terhormat Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah BATAL DEMI HUKUM.


  1. SURAT DAKWAAN ERROR IN PERSONA

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Dalam dakwaan Saudara Penuntut Umum disebutkan bahwa Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS didakwa dengan Dakwaan Primair Pasal 3 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Subsidiair Pasal 4 jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Lebih Subsidiair Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 Akan tetapi di sini dipidananya seseorang tidak cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Meskipun suatu perbuatan telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision), tetapi hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat lain, yaitu bahwa orang yang melakukan perbutan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guild) di sini berlaku azas tiada pidana tanpa kesalahan (nulla poena sine culpa). Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana yang menitik beratkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya. Hukum pidana dewasa ini dapat pula disebut sebagai sculdstraafrecht artinya bahwa untuk penjatuhan pidana disyaratkan adanya kesalahan si pembuat.

Dalam dakwaan Saudara Penuntut Umum disebutkan bahwa Terdakwa melakukan beberapa kali pertemuan dengan Bella Cristalia, S.E. dengan maksud untuk menawarkan lelang aset tanah dan bangunan berupa Villa Alam Indah milik PT. Telkom Indonesia (Kandatel) Purwokerto. Hal ini dalam aturan petunjuk pelaksanaan lelang, seorang Pejabat Lelang Kelas I yang melaksanakan lelang dapat melakukan penawaran langsung kepada perusahaan-perusahaan untuk mengikuti lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang tersebut. Selain itu dalam uraian kejadian yang terdapat dalam surat dakwaan tersebut, disebutkan bahwa “Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa nantinya Saksi Bella Cristalia, S.E. akan menaikkan harga pembelian aset tanah dan bangunan berupa Villa Alam Indah oleh PT. Sedjahtera, Tbk sebesar Rp20.000.000.000,00. Namun dalam pelaksanaannya, harga lelang yang didapat PT. Telkom Indonesia (Kandatel) Purwokerto sebesar Rp15.000.000.000,00 sesuai dengan harga limit, dimana harga tersebut merupakan harga lelang eksklusif yaitu harga lelang belum termasuk bea lelang dan pajak yang akan dibayarkan oleh PT. Telkom Indonesia (Kandatel) Purwokerto”.

Menurut uraian di atas, jelas bahwa Bella Cristalia, S.E. bersedia membayar lelang sebesar Rp20.000.000.000,00. Sedangkan harga yang dibayarkan oleh PT. Sedjahtera, Tbk sebesar Rp15.000.000.000,00 sesuai harga limit adalah atas inisiatif dari Bella Cristalia, S.E. selaku pimpinan PT. Sedjahtera, Tbk. dan Terdakwa hanya melaksanakan apa yang diperintahkan Bella Cristalia, S.E.


Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa Dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum harusnya ditujukan kepada Bella Cristalia, S.E. dan sangat lah tidak tepat apabila ditujukan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS sehingga dengan uraian tersebut, dakwaan Saudara Penuntut Umum dapatlah dinyatakan Error In Persona.

  1. SURAT DAKWAAN PREMATUR

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dikenal tahapan-tahapan dalam proses pencucian uang yang terdiri atas :

a.    Placement, merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktifitas kejahatan melaui sistem  keuangan. Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik uang tunai dari luar sistem keuangan masuk ke dalam sistem keuangan. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :
-  penempatan dana dalam bentuk tabungan, giro, deposito;
-  pembayaran angsuran kredit;
-  setoran modal secara tunai.
-  penukaran uang;
-  pembelian polis asuransi;
-  pembelian produk sekuritas atau surat-surat berharga;


b.    Layering (pelapisan) diartikan sebagai upaya untuk memisahkan atau lebih menjauhkan hasil kejahatan dari sumbernya atau menciptakan serangkaian transaksi yang kompleks untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana “haram” tersebut dengan cara-cara sebagai berikut :
-          dana hasil placement, selanjutnya dipindahkan dari suatu rekening atau lokasi tertentu ke rekening atau lokasi lain
-          pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif untuk menerima dana hasil placement dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank, terutama di negara-negara yang tidak kooperatif dalam upaya memerangi kegiatan pencucian uang.
-          menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah; 
-          transaksi yang dilakukan dalam jumlah relatif kecil namun dengan frekuensi yang tinggi untuk menghindari pelaporan transaksi tunai (structuring).
-          transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu (smurfing).
-          melakukan transaksi di bursa saham dengan menggunakan dana dari hasil placement.

c.    Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu legitimate  explanation” bagi hasil kejahatan. Di sini uang yang telah dicuci melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang dicuci. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk tertentu sesuai aturan hukum. Cara-cara yang lazim dilakukan dalam  tahapan ini seperti :
-          menggabungkan uang yang telah dicuci dengan uang yang sah untuk kegiatan bisnis atau investasi yang sah
-          melakukan setoran modal bank dengan sumber dana dari perusahaan yang diciptakan untuk menampung hasil uang haram dan sumber dana yang sah
-          sumbangan untuk kegiatan sosial melalui yayasan, seperti rumah sakit, pendidikan, amal, dan pendirian tempat Ibadan dari uang hasil pencucian.
-          pemanfaatan lain untuk kegiatan tertentu seperti pembelanjaan untuk konsumtif atau pembiayaan kegiatan lain yang tidak legal. Ketiga tahapan pencucian uang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan ”disassociation” antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak si penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana diketahui, harta kekayaan dari hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejatan dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait (pelaku tindak pidana) dan pada akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Atas dasar hal ini, hadir suatu pendekatan baru dalam mengungkap suatu tindak pidana melalui penulusuran hasil tindak pidana yang dikenal dengan mekanisme anti pencucian uang. Dengan kata lain, pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu sendiri.
Proses pendeteksian kegiatan pencucian uang baik pada tahap placement, layering, dan integration akan menjadi dasar untuk merekonstruksi asosiasi antara uang atau harta hasil kejahatan. Apabila telah terdeteksi dengan baik, proses hukum dapat segera dimulai, baik dalam rangka mendakwa tindak pidana pencucian uang maupun kejahatan asalnya yang terkait.

Dalam uraian kejadian yang terdapat dalam Surat Dakwaan, Saudara Penuntut Umum tidak dapat menguraikan tentang terjadinya tahap integration, yang merupakan salah satu tahap dari tindak pidana pencucian uang yang harus dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat dikatakan pencucian uang.

Saudara Penuntut Umum tidak dapat menguraikan mengenai tindak pidana asal yang digunakan untuk memperoleh harta kekayaan. Karena dalam hal ini Terdakwa sudah melaksanakan lelang dengan baik, sesuai dengan prosedur pelaksanaan lelang. Adanya dana yang ditransfer oleh PT. Sedjahtera, Tbk ke rekening Terdakwa Agus Triyantoro, S.E. di Bank Artaloka cabang Purwokerto adalah sah. Dana tersebut untuk pelunasan dan pajak serta bea lelang.

Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa Saudara Penuntut Umum terlalu tergesa-gesa dalam menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang dan membawa perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS ke Pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan Prematur.
5.   TENTANG SPLITSING
Perkara tidak seharusnya dipisah  (splitsing)

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Praktik buruk dalam penuntutan di pengadilan kita, terutama dalam perkara yang ada penyertaan (deelneming) acapkali dilakukan pemisahan atau dilakukan splitsing. Hal ini apabila kita cermati, bukan karena adanya perbedaan peran dari masing-masing  Terdakwa, tetapi umumnya karena tidak ada saksi yang cukup untuk membuktikan kebenaran dari sangkaan. Paling tidak, ada keraguan dari Saudara Penuntut Umum bahwa masing-masing Terdakwa apabila tidak bersaksi untuk Terdakwa yang lain, maka dakwaan itu tidak akan terbukti. Sebagai cover up menutupi keraguan itu maka Saudara Penuntut Umum biasanya hanya menyebut mantra ajaib “bersama-sama” dalam dakwaan dan mantra lainnya “akan didakwa secara terpisah”.

Hal yang pasti bahwa para saksi mahkota itu akan mengalami posisi dilematis, karena adanya tekanan psikologis, sebab sebagai saksi dia harus menyatakan apa yang dia dengar, dia lihat dan dia rasakan sendiri, bukan seperti yang dikehendaki oleh orang lain. Saksi ini akan terikat dengan sumpahnya. Apabila dia berbohong, maka bukan hanya perkara pokoknya saja yang mengancam dia, tetapi perkara sumpah palsu  pasti menunggu untuk menambah hukumannya. Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 242 KUHP. Apalagi dalam perkara ini, perkara pidana. Ancaman hukuman sumpah palsu itu cukup tinggi sampai 9 tahun penjara.


Menurut Prof. Dr. Indrianto Seno Adji bahwa semestinya para pelaku peserta diadili sekaligus dan perkaranya tidak dipisah-pisah. Pemisahan perkara menimbulkan putus dan yang tidak sinkron satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan suatu ketidakadilan.

Prof. Mr. Dr. A.Z. Abidin Farid menyatakan bahwa “sifat khusus turut melakukan (medpleger), yaitu perbuatan-perbuatan pelaksanaan dan perbuatan yang sangat penting bagi terwujudnya delik merupakan suatu kesatuan yang mewujudkan delik, sehingga tiap - tiap peserta saling bertanggungjawab sesama pelaku peserta (accessoiriteit). Jika perkara dipisah - pisah (splitsing) dan diadili sendiri - sendiri, lalu masing - masing Terdakwa bergantian menjadi saksi terhadap pelaku lain, padahal mereka telah melakukan delik penyertaan, maka hal tersebut melanggar dasar dan sendi Hukum Acara Pidana Indonesia yang bersifat accussatoir yang berarti kita kembali pada zaman penjajahan yang Hukum Pidananya sifat inquisatoir.

Pada dasarnya secara prinsip KUHAP menyatakan dalam Pasal 66 jo. Pasal 189 ayat (2) KUHAP bahwa Tersangka atau Terdakwa tidak boleh dibebani kewajiban pembuktian dan keterangan Terdakwa tersebut hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri, di samping itu Terdakwa juga memiliki hak ingkar berdasarkan Pasal 175 KUHAP.

Artinya pemecahan berkas perkara itu sendiri sudah mengandung kelemahan hukum sedari semula. Karena Terdakwa akan bersaksi yang mana kesaksiannya tersebut secara tidak langsung dapat memberatkan tindak pidana yang dilakukannya.


Azas Nonself Incrimination

Konsekuensi lain dari splitsing, para pelaku harus saling bersaksi dalam perkara masing-masing. Dalam satu perkara pelaku memiliki dua kedudukan, baik sebagai saksi maupun terdakwa. Akibatnya timbul saksi mahkota. Hal itu tidak bisa dibenarkan. Karena dalam memberikan keterangan saksi harus disumpah. Artinya dia tidak boleh bohong. Sementara, dalam kapasitas Terdakwa, pelaku tidak disumpah. Ia punya hak ingkar. Artinya dia boleh bohong. Kondisi itu sangat tidak adil bagi Terdakwa. Dengan kata lain KUHAP sebenarnya melarang penggunaan terdakwa untuk menjadi saksi dalam perkara yang berkasnya dipecah. Ketentuan serupa juga bisa ditemukan dalam Putusan MA: No 1174 K/Pid/1994, No 1590 K/Pid/1994, No 1592 K/Pid/1994, No 1706 K/Pid/1994, No 381 K/Pid/1995, dan No 429 K/Pid/1995 yang telah menciptakan yurisprudensi yang berbobot dan bernilai mengenai status hukum ”Saksi Mahkota” yang selama puluhan tahun dijalankan dan diterima oleh para hakim sebagai sesuatu yang benar.

Dengan adanya yurisprudensi baru ini, maka adanya ”Saksi Mahkota” adalah bertentangan dengan Hukum Acara Pidana yang menjunjung tinggi prinsip - prinsip Hak Asasi Manusia. Hakim seharusnya menolak saksi mahkota (Ali Budiarto, Varia Peradilan No 120, September 1995). Sementara, tujuan dari penegakan hukum, tidak hanya menegakan hukum, tapi juga keadilan. Padahal, Terdakwa tidak boleh dipersalahkan atas keterangannya. Apalagi, keterangan yang diberikan besar kemungkinan menunjukan kesalahan dia dalam kasus tersebut. Dia mengatakan hal yang membenarkan kesalahannya.

Di sisi lain, hal ini kerap dijadikan petunjuk bagi hakim dalam menangani kasus pelaku itu sendiri. Padahal selaku Terdakwa ia memiliki hak ingkar. Praktek saksi mahkota mengakibatkan pengadilan dilaksanakan tidak berdasarkan hukum acara (due proecss of law). Itu bisa dijadikan alasan kasasi dan banding. Terkait dengan penyusulan Terdakwa baru, hal itu melanggar azas praduga tak bersalah. Sebab pemeriksaan di muka persidangan belum selesai. Namun dengan putusan Terdakwa lama ia sudah dinyatakan bersalah. Artinya pemeriksaan itu hanya formalitas saja.
Deelneming

Menurut Ahli hukum acara pidana Chairul Huda, splitsing di Pengadilan tidak tepat. Bahkan bisa menutup siapa pelaku utamanya. Sebab, pemisahan perkara menyebabkan unsur penyertaan tidak terbukti. Pasalnya, penentuan siapa pelaku (pleger) dan turut seta melakukan (medepleger) tidak jelas. Padahal, unsur penyertaan itu harus dibuktikan karena itu merupakan unsur delik. Jika tidak dibuktikan, berarti unsur dakwaan tidak terbukti.

Rudy Satrio, Ahli hukum pidana Universitas Indonesia menjelaskan splitsing dapat menyulitkan jaksa dalam membuktikan hubungan pelaku satu dengan pelaku lainnya. Pasalnya, dalam tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang otomatis diperlukan pembuktian antara pelaku. Apabila perkaranya di-split bagaimana bisa mengetahui hubungan antar pelaku. Akibat penentuan kualitas deelneming (penyertaan) yang tidak jelas mengakibatkan perbedaan penerapan hukum.

Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA.




  1. PASAL YANG DIDAKWAKAN TIDAK BERDASARKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)

Majelis Hakim yang Terhormat
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum merupakan dakwaan dengan uraian yang tidak jelas dan tidak lengkap. Terutama karena Penuntut Umum menentukan pasal yang didakwakan tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan sebagaimana termaktub dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Saudara Penuntut Umum kurang bijaksana dalam menentukan pasal yang didakwakan kepada Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS. Menurut pandapat kami, seyogyanya Saudara Penuntut Umum dalam menentukan pasal yang didakwakan harus merujuk pada pasal yang dikenakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP pihak Penyidik telah menentukan terdapat dua tindak pidana, yaitu tindak pidana pencucian uang dan penggelapan. Namun Saudara Penuntut Umum tidak mengindahkan hasil dari penyidikan penyidik, dimana dalam dakwaannya Saudara Penuntut Umum menentukan pasal yang didakwakan mengenai tindak pidana pencucian uang dan korupsi. Hal ini menunjukkan Saudara Penuntut Umum tidak konsisten dalam menentukan pasal yang didakwakan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS.

      Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA.

III.   PENUTUP

Majelis Hakim yang Terhormati
Saudara Penuntut Umum yang kami Hormati
Sidang Pengadilan yang Mulia

Perlu kami sampaikan pada bagian penutup ini, bahwa segala Keberatan kami di atas semuanya adalah tentang formalitas Surat Dakwaan. Segala uraian kami di atas dalam rangka menguji kecermatan, kejelasan dan kelengkapan Surat Dakwaan yang telah dirumuskan oleh Saudara Penuntut Umum, sama sekali tidak membahas "pokok perkara". Sehingga, mohon dengan hormat Saudara Penuntut Umum, tidak menghindar dari kewajibannya untuk menanggapi dengan jawaban klasik seperti "Keberatan Penasihat Hukum telah memasuki pokok perkara". Pengamatan kami, bila Saudara Penuntut Umum kesulitan menanggapi maka dengan mudah dan dengan bahasa yang standar, mengatakan bahwa kami telah memasuki Pokok Perkara.

Marilah sebagai sesama penegak hukum kita mengupayakan kebenaran dan keadilan, apabila memang perkara ini menurut hukum tidak dapat dilanjutnya, maka sudah seharusnya perkara ini dihentikan sampai di sini. Janganlah memaksakan diri untuk memenuhi target tertentu atau sekedar menyelamatkan muka dengan mengorbankan Terdakwa dan mengorbankan hukum serta keadilan dan kebenaran itu sendiri.







Bahwa selanjutnya dari keberatan kami tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang menyangkut mengenai Surat Dakwaan Penuntut Umum sebagai berikut :
  1. Bahwa Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS;
  2. Bahwa Penuntut Umum telah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menyusun dan menguraikan Surat Dakwaannya, sehingga tidak memenuhi syarat materiil suatu Surat Dakwaan sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingga oleh karenanya adalah cukup beralasan apabila dakwaan tersebut dinyatakan BATAL DEMI HUKUM, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP;
  3. Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS Error In Persona;
  4. Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS Prematur;
  5. Bahwa dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS tidak seharusnya dipisah (Splitsing);
  6. Bahwa pasal yang didakwakan Penuntut Umum yang ditujukan terhadap Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS tidak berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, bersama ini kami Penasihat Hukum mengajukan permohonan agar Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS, berkenan untuk memberikan Putusan Sela dengan amar sebagai berikut:



PRIMAIR
  1. Menerima dan mengabulkan Keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pidana atas nama Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS;
3.   Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;
4.   Menyatakan agar Terdakwa AGUS TRIYANTORO, S.E. bin AGUSTINUS dikeluarkan dari tahanan;
  1. Membebankan biaya kepada Negara;

atau

SUBSIDIAIR

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain maka kami mohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya, demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan hukum yang berlaku (Ex aequo et bono) dan atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Purwokerto, 11 April 2011

Hormat Kami,
PENASIHAT HUKUM  TERDAKWA





KURNIA WANODYA, S.H., LL.M.

1 komentar: