Dasar
Hukum Yang Merobah Ketentuan Pasal 11 KUHP Tentang Pelaksanaan Pidana Mati
Pasal 11 KUHP:
“Pidana mati
dijalankan oleh algojo ditempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat
ditiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri”
Dasar hukum
yang merobah pasal 11 KUHP adalah undang-undang No: 2/PNPS/1964 yaitu penpres
nomer 2 tahun 1964 (LN 1964 No 38) yang ditetapkan menjadi undang-undang. Dengan
undang-undang No. 5 tahun 1969:
Pasal 10 ayat
1:
“Kepala polisi
daerah membentuk suatu regu penembak dari Brigade Mobile yang terdiri dari
seorang Bintara, 12 orang tamtama, dibawah pimpinan seorang perwira”
Resume
Seperti
yang telah sama-sama kita pelajari negara kita menganut asas Lex Specialis
Derogat Legi Generalis yang mengandung arti aturan hukum yang khusus akan
mengesampingkan aturan hukum umum, jika tidak ditemukan rumusannya di dalam
aturan khusus maka akan kembali ke aturan yang umum. Undang-Undang No.
2/PNPS/1964 yaitu Lex Specialis yang akan mengesampingkan aturan umum
yaitu pasal 11 KUHP. Maka negara kita menggunakan metode dengan cara eksekusi
tembak mati oleh para eksekutor, bukan menggunakan hukum gantung yang diatur
dalam pasal 11 KUHP.
Sebagian
pakar memaparkan bahwasanya hukuman mati adalah bentuk hukuman yang kejam, dan
tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Tak hanya itu, hukuman mati
merupakan pelanggaran serius Hak Asasi Manusia karna adanya penyiksaan mental
(psikologis) akibat lamanya rentan waktu antara vonis dan eksekusi. Apalagi,
dalam proses menunggu eksekusi sering kali hak terpidana mati tidak diberikan
secara penuh oleh otoritas hukum Indonesia. Opini ini masih mengandung pro dan
kontra publik.
Tujuan
diciptakannya hukuman mati adalah selain adanya jaminan dan kepastian
perlindungan serta ketertiban dalam berbangsa dan bernegara adalah agar
pemerintah dan negara terlihat berwibawa dihadapan rakyatnya (termasuk
penggerak roda pemerintahan) dan juga memiliki eksistensi dimata dunia. Selain itu
juga bertuan menimbulkan efek jera dan menjadi pelajaran bagi warganya.
Hukuman
mati memang lebih hebat efek jeranya ketimbang hukuman seumur hidup, hal ini
sesuai dengan kajian yang berhasil dianalisis oleh PBB menyebutkan bahwa survey
dilakukan pada tahun 1998-2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan
angka kejahatan memperlihatkan ancaman hukuman mati lebih memberi efek jera
yang lebih ekstrim ketimbang seumur hidup dalam perkara pembunuhan.
Hukuman mati
gantung
Metode
hukuman mati ini menurut catatan sejarah telah dipergunakan oleh sebuah negara
(kerajaan) pertama sekali oleh kerajaan Persia, lebih kurang 2500 tahun yang
lalu. Kini, negara-negara yang menerapkan metode hukuman gantung terhadap
korban yang terbukti memenuhi syarat dilaksanakan hukuman gantung adalah:
Malaysia, Irak, Mesir, Iran, Jepang, Pakistan dan Singapura.
Hukuman mati
tembak
Jenis
hukuman mati seperti ini masih banyak dilaksanakan oleh 68 Negara yang masih
menggunakan hukuman mati untuk jenis kejahatan berat atau besar. Metode hukuman
mati ini sudah sering kita dengar dan saksikan melalui pemberitaan. Negara yang
melaksanakan metode jenis ini adalah Indonesia, Somalia, China, Taiwan, Rusia.
Berdasarkan
pengenalan jenis dan metode serta negara yang masih menerapkan hukuman mati
apapun bentuknya. Banyak muncul opini pro dan kontra masing-masing pihak
memberikan dalil dengan dasar dan alasan masing-masing yang tentu semuanya
benar. Namun demikian akhirnya kembali kepada peraturan dan aturan serta
pelaksanaan hukum sesuai dengan tujuan masing-masing negara.
Diantara
berbagai jenis metode eksekusi hukuman mati, mana yang lebih manusiawi dan bias
lebih diterima? Jawabannya juga tidak ada karna selalu ada pro dan kontra. Sulit
menemukan jawaban yang mewakili seluruh aspirasi. Dan usulan dari saya harusnya
segera dirancang dan disahkan hukuman mati bagi tindak pidana korupsi di
Indonesia, agar bias menimbulkan efek jera bagi para koruptor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar